Sore itu saya mendapatkan pesan WA dari kaka perempuan saya. Entah kenapa ketika notifikasi pesan tersebut muncul, tiba-tiba saya merasa deg-degan. Waaah. Ada apa ini? gumam saya dalam hati. Saya pun coba buka pesan itu dan mendapatkan informasi bahwa kartu ATM adik saya yang sedang mondok terkena razia oleh kaka kelasnya. “Terus gimana dong kalo mau kirim-kirim?” balas saya pada pesan WA tersebut. Dijawabnya “teuing (entah). Baru saja nelp tadi dari wartel pesantren. Lagi sakit anaknya. Tadi juga nangis”. Sayapun membalas “Wajar. Masih adaptasi. Kan belum sampe 1 bulan disana”.
Kejadian tersebut terjadi pada tanggal 11 Juli 2019. Di hari kamis. Dimana besoknya, Excellent ada acara Brainstorming di Kampung Singkur Bandung. Hari itu juga, saya rencana menginap dengan rekan saya yang lain. Khawatir kesiangan datang ke kantor. Karena rencana keberangkatan di jumat pagi jam setengah enam.
Setelah jam pulang kantor, saya belum langsung pulang ke kontrakan. Masih coba ngulik-ngulik tugas pemrograman java yang diberikan oleh dosen. Baru setelah maghrib, saya pulang. Diperjalanan naik motor, entah kenapa saya jadi kepikiran chat WA dari kaka saya tersebut. Khususnya bagian sedang nangis dan sakit di pondok. Pulang lewat jalanan Duren Jaya seperti biasa pikiran saya kemana-mana. Fokus berkendara terpecah dengan memikirkan kondisi adik.
Ndilalahnya lagi, motor saya mogok pas di pom bensin Duren Jaya. Tidak bisa di selah sama sekali. Ngeplos begitu saja. Di Starter juga tidak mau. Saya tidak heran. Karena sebelum-sebelumnya juga memang pernah seperti itu. Biasa. Penyakitnya motor Yamaha Soul GT. Pas nya lagi, pom bensin tersebut sudah tutup.
Kurang lebih 10 menit kemudian, datang seorang laki-laki naik motor membonceng seorang wanita menghampiri saya. Langsung jantung saya deg-degan lagi. Khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Alhamdulillah nya, ternyata mereka baik. Berniat mau membantu saya. Menanyakan masalah nya apa dan mencoba untuk memperbaikinya. Setelah dicoba hasilnya nihil. Motor saya tidak mau dinyalakan juga.
Mereka pun menawarkan untuk mengantar saya ke STMIK Bani Saleh. Kebetulan ketika ditanya mau kemana, saya jawab mau ke Bani Saleh. Saya menolak dan ucapkan terima kasih atas tawarannya. Laki-laki tersebut dan perempuan yang diboncengnya pun pergi. Tidak lama setelah itu, saya coba kembali starter motor dan Alhamdulillah bisa nyala lagi. Saya pun pergi dari pom bensin tersebut pulang menuju kontrakan. Ambil posisi disebelah kiri sambil mempertahankan tarikan gas agar tetap ada tarikan.
Tanda-tanda motor saya mau mati biasanya tarikan gas tiba-tiba tidak ada. Di tarik juga seperti ngeplos atau bensin tidak masuk pada pembakaran dan kemudian mati. Informasi dari beberapa orang yang saya ceritakan perihal penyakit motor saya, katanya pembakarannya kepanasan atau terlalu panas. Jadi harus didiamkan dulu 5-10 menit. Baru bisa distarter kembali.
Akhirnya saya sampai juga di kontrakan. Saya tanya-tanya kaka perempuan saya perihal adik ngomong apa saja ketika telp dalam kondisi nangis tadi. Setelah mendengarkan kaka saya bercerita, saya segera wudhu dan lanjut sholat Isya sebelum packing dan balik lagi ke markas Excellent. Ketika sedang di toilet hendak wudhu, tiba-tiba saja dada sesak dan saya nangis. Begitu juga ketika sedang sholat Isya. Begitu juga setelah sholat. Tiba-tiba saja rindu. Saya nangis sejadi-jadinya. Tapi tidak menimbulkan suara yang cukup kencang atau kejer. Hanya air mata yang keluar cukup banyak. Kepikiran kondisi adik di pondok sana. Membayangkan dia sedang sakit dan tidak ada yang mengurus. Kurang tidur. Apalagi satu kamar diisi kurang lebih 30 orang. Baru bisa tidur jam 1 pagi lebih. Setelah selesai sorogan. Paginya setelah subuh, sekolah di madrasah. Itu juga kata adik saya. Saya belum pernah kesana dan melihat langsung kondisinya.
Jika dilihat dari kaca, mata saya cukup merah setelah nangis. Tentu saja saya siapkan jawaban “kelilipan” sebagai alasan jika nanti kaka saya lihat dan tanya. “Kamu abis nangis”. Meskipun akhirnya pertanyaan itu tidak muncul.
Dari sana saya terbayang. “Jika nanti adik saya pulang mondok, saya akan peluk dia. Sambil nangis. Rinduuuu”. Meskipun yang sudah-sudah, tidak pernah terjadi seperti yang saya bayangkan. Pas ketemu ya jaim atau gengsi untuk nangis 😀
Setelah selesai packing dan kembali lagi ke markas untuk menginap, saya sempat merasa kurang semangat. Kurang bergairah. Padahal besok nya saya akan refreshing ke Bandung dengan cuaca yang dingin dan tidur ditenda dengan diiringi suara beriak dari sungai yang mengalir. Having fun bakar-bakar jagung, bakar ikan, main rafting dan paintball sesuai dengan agenda yang sudah disusun. Jumat paginya, saya masih kurang semangat. Alhamdulillah disiang harinya saya sudah merasa fun lagi. Sudah merasa ceria lagi. Sudah merasa semangat lagi. Lambat laun perasaan sedih saya hilang. Berganti jadi happy dengan kegiatan brainstorming yang diselenggarakan. Momennya cukup pas. Pas malamnya sedih, besoknya refreshing.
Sepulangnya dari Bandung, saya telp orang tua. Kelihatannya mereka cukup cemas dengan kondisi adik di pondok. Coba berdiskusi apakah mau dijemput ke pondok atau bagaimana. Jika dijemput, butuh biaya kurang lebih 1 juta. Namun kondisi di rumah juga sedang riweuh. Mempersiapkan acara pernikahan adik saya yang perempuan yang Insya Allah akan diselenggarakan pada tanggal 10 Agustus 2019 nanti. Uang yang saya pegang juga belum bisa saya berikan. Karena akan digunakan untuk bayaran semester. Dan sebentar lagi UAS. Akhirnya ibu saya transfer uang LK 500 ribu dari rekeningnya ke rekening rekan adik saya yang mondok disana. Uang tersebut nantinya digunakan untuk adik saya pulang. Naik bis diantar oleh temannya.
Sekarang adik saya sudah pulang dari pondok. Sudah dirumah. Kondisinya memang sedang sakit. Sudah diperiksa juga kesehatannya dan diharuskan banyak minum. Setelah ini, sepertinya adik saya memilih mondok di dekat-dekat kampung saja. Biarlah. Itu pilihannya. Mondok di tempat jauh sebelumnya juga pilihannya.